BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
latar
Belakang
Bubu merupakan alat tangkap ikan yang termasuk kedalam kelompok “Trap”
atau ”Perangkap”. Berdasarkan kelompoknya bubu adalah alat tangkap yang bekerja
secara pasif yaitu hanya ditempatkan pada suatu perairan, setelah dipasang/ditempatkan
pada suatu perairan kita harus menunggu beberapa waktu sehingga ikan yang akan
ditangkap masuk dan terperangkap di dalam bubu.
Bahan dasar untuk membuat bubu belakangan ini bermacam – macam mulai
dari bubu berbahan dasar rotan, kawat, besi, jaring, kayu, dan pelastik. Bahan
dasar tersebut dianyam dan dirangkai sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk
tabung (mirip bola rugby), balok, ataupun bentuk yang lainnya dengan satu
lubang, dua lubang, atau lebih, yang berfungsi sebagai tempat masuknya ikan,
dan lubang pintu yang digunakan untuk mengambil ikan yang ada di dalamnya.
Prinsip kerja dari bubu adalah dengan cara menjebak pengelihatan ikan sehingga
ikan akan tertangkap di dalamnya. Selain dikenal dengan nama bubu alat ini juga
biasa dipanggil dengan nama “Fishing Pots” atau
“Fishing Basket” (Brandt, 1984).
1.2
Tujuan
Makalah
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk pengetahuan jenis bubu dan penggunaan nya di
aceh terutama di abdia
1.3
Rumusan
Masalah
1. Bagai
mana bubu yang baik di gunakan………?
2. Hasil
tangkapan bubu………………………….?
3. Keselektifitas
bubu dan bahan pembuatan bubu?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Rumajar, (2002) Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau
dua pintu masuk dan dapat diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah,
dengan atau tanpa perahu. Sedangkan menurut Martasuganda, (2005) teknologi
penangkapan menggunakan bubu ini banyak dilakukan di negara – negara menengah
maupun negara – negara maju. Untuk sekala kecil dan menengah alat tangkap bubu
banyak digunakan di perairan pantai, biasanya negara – negara yang perikanannya
belum maju yang melakukan hal ini, bubu sekala kecil digunakan untuk menangkap
ikan, kepiting, udang, maupun kerang – kerangan di dasar perairan yang dangkal.
Sedangkan untuk negara yang perikanannya sudah maju bubu digunakan di lepas
pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan – ikan dasar, kepiting, dan udang
dengan kedalaman sekitar 20 m sampai 700 m.
Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu
bermacam-macam yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar (cages),
silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjakan (kubus),
atau segi banyak, bulat setengah lingkaran dan lain-lainnya. Bubu terbagi
kedalam tiga bagian besar, yaitu bagian badan (body), mulut
(funnel), dan pintu. Bagian badan pada bubu berupa rongga – rongga dimana ikan
biasanya terperangkap. Bagian mulut pada bubu biasanya berbentuk corong, adalah
sebuah lubang yang bersifat satu arah (apabila ikan masuk, maka ikan tidak
dapat keluar lagi). Sedangkan bagian pintu pada bubu merupakan tempat dimana
hasil tangkapan diambil.
Brandt (1984), mengklasifikasi bubu menjadi beberapa jenis, yaitu :
Berdasarkan sifatnya sebagai
tempat bersembunyi / berlindung :
a. Perangkap menyerupai sisir (brush trap)
b. Perangkap bentuk pipa (eel tubes)
c. Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots)
a. Perangkap menyerupai sisir (brush trap)
b. Perangkap bentuk pipa (eel tubes)
c. Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots)
Berdasarkan sifatnya sebagai
penghalang
a. Perangkap yang terdapat dinding / bendungan
b. Perangkap dengan pagar-pagar (fences)
c. Perangkap dengan jeruji (grating)
d. Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers)
a. Perangkap yang terdapat dinding / bendungan
b. Perangkap dengan pagar-pagar (fences)
c. Perangkap dengan jeruji (grating)
d. Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers)
Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh
a. Perangkap kotak (box trap)
b. Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap)
c. Perangkap bertegangan (torsion trap)
a. Perangkap kotak (box trap)
b. Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap)
c. Perangkap bertegangan (torsion trap)
Berdasarkan dari bahan pembuatnya
a. Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps)
b. Perangkap dari alam (smooth tubular)
c. Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap)
a. Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps)
b. Perangkap dari alam (smooth tubular)
c. Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap)
Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilengkapi dengan penghalang
a. Perangkap bentuk jambangan bunga (pots)
b. Perangkap bentuk kerucut (conice)
c. Perangkap berangka besi
a. Perangkap bentuk jambangan bunga (pots)
b. Perangkap bentuk kerucut (conice)
c. Perangkap berangka besi
Konstruksi Alat
Penangkapan
Satu unit bubu keong
macan terdiri dari bubu, tali utama, tali cabang, pelampung tanda dan lampu
tanda -bagian bubu keong macan terdiri atas badan bubu, mulut bubu, pemberat
dan tempat untuk meletakkan umpan. Badan bubu terbuat dari anyaman bambu dengan
ukuran panjang x lebar x tinggi = 20 x 20 x 7 cm. Mulut bubu berbentuk bulat
dengan diameter 10 cm yang berfungsi sebagai tempat masuknya keong macan ke
dalam bubu. Pemberat bubu terbuat dari campuran semen dan pasir yang dipasang
pada keempat sudut di sisi bawah bubu yang berfungsi agar posisi bubu tetap
tegak ketika ada di dasar perairan. Tempat untuk meletakkan umpan terbuat dari
kawat yang dipasang melintang pada diameter mulut bubu sepanjang 15 cm (Esman
2006).
Bubu
Sungai
Bubu sungai adalah alat penangkap ikan dengan mulut berbentuk lingkaran
dan pintu berbentuk lingkaran, terbuat dari bambu yang dianyam sedemikian rupa
menyerupai kurungan berbentuk silindris atau agak lonjong dan dioperasikan di
sungai. Bubu sungai diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang
(von Brandt 1984).
BAB
III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
BLANG PIDIE Sebagian masyarakat pendesaan di Kabupaten Aceh
Barat Daya masih menggunakan bubee (Bubu) sebagai alat tangkap ikan. Bubee
merupakan alat tangkap ikan tradisional yang dulu sering digunakan masyarakat
Aceh. Bubee ini terbuat dari bambu yang dianyam berbentuk bulat panjang
seperti guci.
Pada
bagian dalam bubu dipasang tutup dari anyaman bambu yang bagian dalamnya
dibiarkan terurai menghadap ke dalam sehingga ikan yang sudah masuk ke dalamnya
tidak bisa keluar lagi.
“Bubee masih selalu kami gunakan untuk menangkap
ikan di anak sungai yang kecil dan rawa-rawa yang agak dangkal. Hasilnya
lumayan, khususnya ketika harga ikan laut mahal,” ungkap warga Gampong Iku
Lhung Kecamatan Jumpa Kabupaten Abdya, Anas, Senin (10/10/2016).
Bubee
tidak saja digunakan pada daerah aliran sungai semata, tetapi juga sering
digunakan di areal air payau, terutama untuk menangkap ikan lele, udang serta
ikan air tawar lainnya. ”Musim penangkapan menggunakan Bubee ini umumnya dapat
dilakukan sepanjang tahun dan tidak mengenal musim,”sebutnya.
Cara kerja Bubee lanjut Anas, biasanya
ditenggelamkan ke dasar sungai dan dibiarkan beberapa lama, bahkan bisa sehari
penuh. ”Bubee baru akan diangkat apabila dirasakan sudah ada ikan atau udang
yang masuk ke dalamnya setelah sebelumnya terlebih dahulu dipancing menggunakan
umpan,”terangnya.
Usaha perikanan terutama
perikanan tangkap bersifat quick yielding (cepat memberikan
hasil) dan profitable, meskipun berisiko. Namun demikian,
kenyataanya pelaku usaha perikanan tangkap, terutama nelayan pada umumnya
berpendapatan rendah, miskin dan kurang sejahtera. Beberapa permasalahan
yang dihadapi oleh nelayan dalam kegiatan
penangkapan adalah ketergantungan terhadap kondisi
ketersediaan sumberdaya ikan dan kondisi alam. Peningkatan jumlah nelayan
mencapai 50% dalam satu dasa warsa, hal tersebut menyebabkan meningkatkan
tekanan yang mempercepat kerusakan sumberdaya alam dan penurunan keanekaragaman
hayati. Pada beberapa daerah bahkan sudah mengalami lebih tangkap/over
fishing yang sangat nyata.
Terbitnya Peraturan Menteri
Kelautan dan PerIkanan No. 02 Tahun 2015 yang melarang penggunaan alat tangkap
Pukat hela (Trawls) dan alat tangkap Pukat tarik (Seine Nets) di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia merupakan gerakan
kesadaran Pemerintah melalui menteri Kelautan dan Perikanan kepada masyarakat
luas untuk lebih serius memanfaatkan, men jaga, dan mengelola sumberdaya alam
laut yang memiliki potensi besar yang terkandung didalamnya.
Salah satu solusi untuk
menjaga kelestarian sumberdaya ikan di perairan laut, maka perlu adanya suatu
terobosan yaitu dengan desain alat tangkap yang ramah lingkungan. Salah satu
jenis alat tangkap ramah lingkungan adalah Bubu (fish trap). Pada tahun
1995, PBB melalui FAO (Food Agriculture Organization) menetapkan suatu
tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab yang disebut
CCRF (Code of Conduct for Resposible Fisheries). Dalam CCRF ada 9
(sembilan) kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan, yaitu :
1. Memiliki selektivitas tinggi
Artinya, alat tangkap
tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi
sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub kriteria,
yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis.
2. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) rendah
Bycatch merupakan tangkapan ikan non
target yang tertangkap dalam proses
penangkapan, dimana tangkapan sampingan ini tertangkap bersamaan dengan
ikan target penangkapan.
3. Hasil tangkapan berkualitas tinggi
Hasil tangkapan yang
diperoleh masih mempunyai kualitas mutu yang baik pada saat sampai di tangan
konsumen/ pengguna.
4. Tidak merusak habitat / lingkungan (destruktif)
Alat tangkap yang tidak
merusak habitat dapat dilihat dari metode penangkapan ikan dan pengoperasian
alat tangkap, baik yang dioperasikan di dasar perairan, di tengah perairan
maupun di permukaan perairan.
5. Mempertahankan keanekaragaman hayati
Dampak terhadap
biodiversity merupakan pengaruh buruk dari
pengoperasian alat tangkap terhadap keanekaragaman hayati
yang ada di lingkungan tempat pengoperasian alat tangkap. Alat tangkap yang
digunakan tidak dimodifikasi, selain itu tidak menggunakan bahan yang merusak
lingkungan seperti penggunaan racun, bom, potas dan lainnya. Hal ini dapat
dapat merusak kelangsungan kehidupan biota perairan (Ikan, Plankton, Benthos
dan lainnya).
6. Tidak menangkap spesies yang dilindungi/terancam
punah
Alat tangkap dikatakan
berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila dalam pengoperasiannya
tertangkap spesies yang dilindungi dalam frekuensi relatif besar. Dalam
pengoperasian alat tangkap tidak menangkap ikan yang dilindungi atau ikan yang
dilarang oleh pemerintah untuk ditangkap misalnya penyu, dugong‐dugong dan
lumba‐lumba.
7. Pengoperasian API tidak membahayakan keselamatan
Tingkat bahaya atau resiko
yang diterima oleh nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap tergantung pada
jenis alat tangkap yang digunakan dan keahlian nelayan dalam mengoperasikan
alat tangkap tersebut.
8. Tidak melakukan penangkapan di daerah terlarang
Tidak menangkap ikan di
daerah penangkapan yang dinyatakan: lebih tangkap, di kawasan konservasi, di
daerah penangkapan yang ditutup, di daerah yang tercemar dengan logam berat dan
di kawasan perairan lainnya yang dinyatakan terlarang, seperti alur masuk
pelabuhan.
9. Dapat diterima secara sosial
Suatu alat diterima secara
sosial oleh masyarakat apabila biaya investasi murah, menguntungkan secara
ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan
peraturan yang ada.
Bubu adalah alat tangkap
yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan bersifat pasif.
Bubu sering juga disebut perangkap “traps“ dan penghadang “guiding barriers”.
Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat
keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap
ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang
dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar. Prinsip
dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga ikan tersebut
terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama fishing
pots atau fishing basket (Brandt, 1984).
Gambar 1. Model bubu dengan
bentuk kubus, dengan satu mulut (funnel) (Rachman, 2017).
Gambar 2. Bubu dengan model
tabung (ranchman, 2017)
A. Pengertian Bubu
Bubu merupakan alat tangkap ikan yang termasuk kedalam kelompok “Trap”
atau ”Perangkap”. Berdasarkan kelompoknya bubu adalah alat tangkap yang bekerja
secara pasif yaitu hanya ditempatkan pada suatu perairan, setelah
dipasang/ditempatkan pada suatu perairan kita harus menunggu beberapa waktu
sehingga ikan yang akan ditangkap masuk dan terperangkap di dalam bubu.
Gambar Alat tangkap Bubu
Adapun cara pengoprasian bubu sebagai berikut :
1.
Pada
sekeliling bubu diikatkan rumput laut.
2.
Bubu
disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda (drifting line).
3.
Penyusunan
kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10 buah diikatkan pada ujung tali
penonda terakhir, kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4
buah lalu disambung dengan tali penonda yang langsung diikat dengan perahu
penangkap dan diulur kira – kira antara 60 – 150 m.
4.
Waktu pengoprasian
bubu adalah 3 hari 2 malam. Menurut para nelayan bubu, operasi penangkapan ikan
dengan menggunakan bubu idealnya dilakukan selama 3 hari 2 malam atau maksimal
4 hari 3 malam. Apabila terlalu lama dioprasikan (lebih dari 4 hari), maka
kelungkinan ikan yang tertangkap akan mengalami kematian atau luka – luka.
D. Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan yang dapat dilakukan berdasarkan jenis bubu, sebagai
berikut :
1.
Bubu
Dasar (Ground Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya
dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan.
2.
Bubu
Apung (Floating Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu apung
dihubungkan dengan tali yang disesuaikan dengan kedalaman tali, yang biasanya
dipasang pada kedalaman 1,5 kali dari kedalaman air.
3.
Bubu
Hanyut (Drifting Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu hanyut ini
sesuai dengan namanya yaitu dengan menghanyutkan ke dalam air.
E. Hasil Tangkap Bubu
Hasil tangkap dari alat tangkap bubu ini berupa :
1.
Bubu
Dasar (Ground Fish Pots). Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri
dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang
(Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus
spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus
spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll.
2.
Bubu
Apung (Floating Fish Pots). Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-jenis ikan
pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll.
3.
Bubu
Hanyut (Drifting Fish Pots). Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani,
ikan terbang (flying fish).
F. Alat Bantu Penangkapan
Dalam operasi penangkapan, terdapat alat bantu penangkapan yang
bertujuan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Alat bantu
penangkapan tersebut antara lain :
·
Umpan:
Umpan diletakkan di dalam bubu yang akan dioperasikan. Umpan yang dibuat
disesuaikan dengan jenis ikan ataupun udang yg menjadi tujuan penangkapan.
·
Rumpon: Pemasangan
rumpon berguna dalam pengumpulan ikan.
·
Pelampung:
Penggunaan pelampung membantu dalam pemasangan bubu, dengan tujuan agar
memudahkan mengetahui tempat-tempat dimana bubu dipasang.
·
Perahu:
Perahu digunakan sebagai alat transportasi dari darat ke laut (daerah tempat
pemasangan bubu).
·
Katrol:
Membantu dalam pengangkatan bubu. Biasanya penggunaan katrol pada pengoperasian
bubu jermal.
Contoh-contoh Bubu
Ada beberapa macam bubu, setiap jenis bubu berbeda-beda tujuan hasil
penangkapannya, pengoprasiannya namun fungsinya tetap sama sebagai perangkap.
Anatara lain contoh bubu, sebagai berikut :
1. Bubu Keong Macan
Bubu keong macan adalah alat tangkap yang dikhususkan untuk menangkap
keong macan, terbuat dari bambu yang dianyam sedemikian rupa menyerupai persegi
atau kotak dan dioperasikan di dasar perairan. Bubu keong macan
diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Martasuganda
2003).
Konstruksi Alat Penangkapan
Satu unit bubu keong macan terdiri dari bubu, tali utama, tali cabang,
pelampung tanda dan lampu tanda (Esman 2006).
1.
BubuBagian-bagian bubu keong macan terdiri atas badan bubu, mulut bubu,
pemberat dan tempat untuk meletakkan umpan. Badan bubu terbuat dari anyaman
bambu dengan ukuran panjang x lebar x tinggi = 20 x 20 x 7 cm. Mulut bubu
berbentuk bulat dengan diameter 10 cm yang berfungsi sebagai tempat masuknya
keong macan ke dalam bubu. Pemberat bubu terbuat dari campuran semen dan pasir
yang dipasang pada keempat sudut di sisi bawah bubu yang berfungsi agar posisi
bubu tetap tegak ketika ada di dasar perairan. Tempat untuk meletakkan umpan
terbuat dari kawat yang dipasang melintang pada diameter mulut bubu sepanjang
15 cm (Esman 2006).
2.
Tali utamaBerfungsi untuk merangkai bubu yang satu ke bubu yang lain. Tali utama
terbuat dari bahan PE berdiameter 6 mm dengan jarak antara tali cabang 2-3 m.
Panjang tali utama berkisar 800-1200 m (Esman 2006)
3.
Tali cabangSebagai tempat dipasangnya bubu keong macan, terbuat dari PE dengan
diameter 3 mm, panjang tali cabang masing-masing 1 sampai 1,5 m untuk setiap
bubu (Esman 2006)
4.
Pelampung tandaBerfungsi untuk menandakan tempat bubu keong macan dipasang. Pelampung
tanda berjumlah satu buah, terbuat dari tiang bambu atau kayu dengan panjang 1
m dan dilengkapi dengan bendera. Bagian bawah pelampung tanda diberi pemberat
agar pelampung tanda tetap berdiri tegak dan styrofoam agar pelampung tanda
tetap mengapung di atas air. Pelampung tanda dihubungkan ke tali utama
sepanjang 3 m (Esman 2006)
5.
Lampu tandaMerupakan pelampung dari kayu berukuran alas 65 x 65 cm dan dipasang
tiang setinggi 50 cm. Tiang tersebut sebagai tempat dipasangnya lampu (1 buah)
yang terbuat dari botol minuman bekas yang diberi sumbu dan minyak tanah serta
dilengkapi tali dengan bahan PE berdiameter 6 mm sepanjang 3 m untuk disambung
ke tali utama. Lampu tanda berfungsi sebagai alat bantu penerangan untuk
memudahkan nelayan dalam menentukan kedudukan bubu keong macan di dalam air
(Esman 2006).
Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
1.
Kapal.Perahu yang digunakan pada pengoperasian bubu keong macan adalah perahu
yang menggunakan mesin dalam (inboard engine) berkekuatan 12, 16 dan 20 PK
dengan bahan bakar solar. Perahu yang digunakan terbuat dari bahan kayu dengan
ukuran berkisar 0,87-2,48 GT dengan panjang (L) antara 6-8 m, lebar (B) 1,3-2 m
dan dalam (D) 0,5-0,8 m dengan mesin perahu terletak di bagian tengah kapal
(Esman 2006).
2.
NelayanJumlah nelayan yang mengoperasikan bubu keong macan adalah 3-4 orang,
yang masing-masing nelayan bertugas sebagai juru kemudi dan menentukan daerah
penangkapan keong macan, menurunkan bubu, mengangkat bubu dan memasang umpan
(Esman 2006).
3.
Alat BantuAlat bantu pada pengoperasian bubu keong macan adalah gardan yang biasa
dibuat dari bambu, kayu atau besi yang berfungsi untuk membantu proses setting
dan hauling bubu keong macan (Martasuganda 2003).
4.
UmpanUmpan yang digunakan biasanya ikan pepetek. Ikan tersebut dipotong
terlebih dahulu dengan ukuran 5 cm kemudian diletakkan pada tempat umpan yang
terbuat dari kawat. Selain itu, bisa juga digunakan ikan rucah berupa ikan-ikan
kecil (Martasuganda 2003).
Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian bubu keong macan biasanya di perairan pantai yang dasarnya
berlumpur, berlumpur bercampur pasir atau perairan yang banyak dihuni oleh
keong macan dengan kedalaman antara 5-20 meter, tergantung keberadaan keong
macan di daerah penangkapan (Martasuganda 2003). Daerah distribusi bubu keong
macan adalah di sekitar perairan Pulau Cangkir, Tanjung Pasir dan Tanjung Kait
(Esman 2006).
Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan bubu keong macan adalah keong macan (Babylonia spirata)
dan beberapa jenis keong lainnya (Martasuganda 2003).
Konstruksi Alat Penangkap Ikan
Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian bubu sungai yaitu sebagai
berikut :
1.
Badan (body)Seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman bambu,
berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung.
2.
Mulut berbentuk
lingkaranMerupakan lubang tempat
masuknya ikan ke dalam bubu sungai
3.
Pintu berbentuk
kerucutMerupakan tempat mengambil
hasil tangkapan.
Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
1.
KapalPerahu digunakan sebagai alat transportasi nelayan (Subani dan Barus
1989)
2.
NelayanJumlah nelayan yaitu dua orang yang bertugas untuk mengemudikan perahu
dan mengoperasikan bubu sungai (Subani dan Barus 1989).
3.
Metode
Pengoperasian Alat
Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu sungai ada tiga tahap, yaitu
sebagai berikut (Winugroho 2007). Bubu sungai diturunkan dan dioperasikan
secara menetap di sungai (setting). Kemudian bubu sungai direndam selama 5-8
jam. Setelah itu, bubu sungai diangkat (hauling). Sebelum bubu sungai diangkat,
pintu bubu ditutup terlebih dahulu agar ikan yang terperangkap tidak bisa
keluar dari bubu, kemudian bubu diangkat dan hasil tangkapan dapat diambil oleh
nelayan.
Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian bubu sungai biasanya di daerah sungai yang
beraliran deras, terdapat batuan dan tidak terlalu dalam. Daerah distribusi bubu
sungai adalah Kalimantan, Papua dan Jambi (Winugroho 2007).
Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan bubu sungai adalah ikan air tawar yang hidup di daerah
aliran sungai, seperti gabus (Channa striata), sepat (Trichogaster sp.), mujair
(Oreochromis mossambicus) dan mas (Cyprinus carpio) (Winugroho 2007).
3. Bubu Udang (Shrimp Traps)
Bubu udang adalah alat penangkap ikan yang didesain untuk menangkap
udang penaeid, dan kepiting atau rajungan, berbentuk silinder dengan diameter
lingkaran atas lebih kecil daripada diameter lingkaran bawah dan dioperasikan
di dasar perairan. Bubu udang diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan
penghadang (Subani dan Barus 1989).
Konstruksi Alat Penangkapan
Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian bubu udang yaitu sebagai
berikut.
1.
Rangka (frame)Rangka terbuat dari lempengan besi. Rangka berfungsi untuk
mempertahankan bentuk bubu selama pengoperasian
2.
Badan (body)Seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman jaring,
berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung
3.
MulutSedengan tipe mulut persegi panjang, merupakan lubang tempat masuknya
ikan ke dalam bubu.
Untuk memudahkan mengetahui tempat-tempat di mana bubu udang dipasang,
maka dilengkapi dengan pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan
bubu tersebut. Ukuran bubu udang pada gambar termasuk bubu kecil dengan
diameter atas=15 cm, diameter bawah=20 cm serta tinggi bubu= 18 cm (Subani dan
Barus 1989).
Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
1.
KapalKapal kecil atau perahu hanya digunakan sebagai alat transportasi
nelayan
2.
NelayanUntuk mengoperasikan bubu udang dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang
bertugas untuk memasang dan mengangkat bubu, serta mengambil hasil tangkapan
dari dalam bubu udang.
3.
Alat BantuAlat bantu pada pengoperasian bubu udang yaitu mechanical line hauler,
berfungsi untuk membantu menurunkan bubu udang ke dasar perairan tempat bubu
akan dioperasikan (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).
4.
UmpanBubu udang bersifat pasif sehingga dibutuhkan pemikat atau umpan agar ikan
yang akan dijadikan target tangkapan mau masuk ke dalam bubu udang. Jenis umpan
yang dipakai sangat beraneka ragam, ada yang memakai umpan hidup atau ikan
rucah (Martasuganda 2003).
Metode Pengoperasian Alat
Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu udang ada empat tahap, yaitu
sebagai berikut (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).
1.
Pemasangan
umpanPosisi umpan harus didesain
sedemikian rupa sehingga mampu menarik perhatian ikan baik dari bau maupun
bentuknya. Biasanya umpan dipasang di dalam tempat umpan dan diletakkan di atas
mulut bubu udang bagian atas.
2.
Pemasangan bubu
(setting)Bubu yang telah siap
diturunkan ke perairan baik dengan tangan maupun alat bantu mechanical line
hauler. Sebagai penanda posisi pemasangan bubu udang dilengkapi dengan pelampung.
Hal ini akan memudahkan nelayan menemukan kembali bubunya.
3.
Perendaman bubu
(soaking)Lama perendaman bubu udang
adalah 2-3 hari.
4.
Pengangkatan
bubu (hauling)Proses hauling pada bubu
dapat dilakukan dengan alat bantu. Penggunaan alat bantu akan mempercepat dan
mengefisienkan tenaga nelayan selama proses hauling. Setelah bubu sampai di
atas kapal, ikan dikeluarkan dan dilakukan penanganan.
Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian bubu udang biasanya di perairan karang atau di
antara karang-karang atau bebatuan (Subani dan Barus 1989).
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini antara lain sebagai berikut;
1.
masyarakat pendesaan di Kabupaten Aceh Barat Daya masih menggunakan
bubee (Bubu) sebagai alat tangkap ikan.
2.
hasil
tangkapan bubu sungai adalah ikan air tawar yang hidup di daerah aliran sungai,
seperti gabus (Channa striata), sepat (Trichogaster sp.), mujair (Oreochromis
mossambicus) dan mas (Cyprinus carpio)
3.
UmpanBubu udang bersifat pasif sehingga dibutuhkan pemikat atau umpan agar
ikan yang akan dijadikan target tangkapan mau masuk ke dalam bubu udang
4.
Daerah
pengoperasian bubu udang biasanya di perairan karang atau di antara
karang-karang atau bebatuan
5.
Pemasangan
umpanPosisi umpan harus didesain
sedemikian rupa sehingga mampu menarik perhatian ikan baik dari bau maupun
bentuknya
4.2 Saran
Semoga makalah kami di terima dengan baik dan di hargai dengan nilai
yang sewajarnya
DAFTAR PUSTAKA
Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Iskandar, M.D. 2010. Penuntun Praktikum Teknologi Alat Penangkapan Ikan. Departemen Pemanfaatan sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut Vol II No.2. Jakarta : Balai Riset Perikanan Laut, Departemen Pertanian.
Von Brandt, A. 1984. Fish Catching Methods of The World. Fishing News Books. Ltd, London. 190 hal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar